Wakil Menko dan Jaksa Soroti Dampak Pertambangan di Kepri: “Tanjungpinang Bukan Pelaku, Tapi Kena Efeknya”
Purnamanews|Tanjungpinang Persoalan tambang kembali menjadi sorotan di Kepulauan Riau (Kepri). Dalam kunjungan kerja ke Tanjungpinang pada Selasa (29/7/2025), Wakil Menteri Koordinator bersama perwakilan Kejaksaan menegaskan bahwa dampak pertambangan, baik legal maupun ilegal, tidak hanya berhenti di lokasi kegiatan, tetapi ikut dirasakan di ibu kota provinsi. Kamis, 11 September 2025.
Wakil Menko menyampaikan bahwa Tanjungpinang memang bukan daerah penghasil tambang.
Namun, sebagai pusat pemerintahan, kota ini menerima limpahan dampak sosial, ekonomi, bahkan lingkungan dari aktivitas tambang di kabupaten sekitar.
“Pertambangan ini tidak hanya bicara lokasi. Efeknya bisa dirasakan di Tanjungpinang. Mulai dari tekanan ekonomi, kerusakan ekosistem, hingga potensi masalah hukum yang bermuara ke ibu kota provinsi,” ujar Zulhidayat.
Kerugian Negara dan Lingkungan
Data yang dihimpun menunjukkan, potensi kerugian negara akibat tambang ilegal di Kepri mencapai ratusan miliar rupiah per tahun. Dari sektor pasir laut saja, kerugian ditaksir mencapai Rp300–400 miliar akibat praktik ekspor ilegal dan manipulasi dokumen.
Selain kerugian finansial, dampak lingkungan juga signifikan. Penelitian LSM mencatat, aktivitas tambang pasir laut memicu sedimentasi tinggi di perairan sekitar Bintan dan Lingga, yang berimbas pada jalur pelayaran menuju Tanjungpinang. Kondisi ini dikhawatirkan memperparah kerusakan terumbu karang dan habitat ikan yang menjadi tumpuan nelayan lokal.
Penegakan Hukum Jadi Sorotan
Perwakilan Kejaksaan yang hadir menambahkan bahwa sektor pertambangan rawan penyimpangan. Potensi pencucian hasil tambang hingga permainan izin menjadi perhatian serius.
“Ini bukan hanya urusan bisnis, tapi juga menyangkut kepastian hukum. Kami tidak akan segan melakukan penindakan jika ditemukan praktik yang merugikan negara dan merusak lingkungan,” tegas jaksa tersebut.
Aktivis Lingkungan: Tanjungpinang Bisa Jadi “Korban Senyap”
Aktivis lingkungan menilai, Tanjungpinang berisiko menanggung beban dari aktivitas tambang di kabupaten lain. Mereka menyebut ibu kota provinsi ini bisa kehilangan daya dukung lingkungannya akibat dampak yang tidak langsung.
“Tanjungpinang bisa jadi korban senyap. Air keruh, sedimentasi, dan kerusakan ekosistem laut bisa berdampak ke jalur transportasi dan perikanan yang menopang ekonomi masyarakat di ibu kota,” kata salah satu aktivis lingkungan.
Dorongan Regulasi dan Pengawasan
Pemerintah daerah bersama aparat hukum diminta lebih ketat dalam memberikan izin maupun pengawasan. Tanpa itu, Kepri terancam hanya jadi “ladang eksploitasi” tanpa manfaat nyata bagi rakyat.
Wakil Menko menutup pertemuan dengan menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor.
“Pertambangan harus memberi nilai tambah bagi daerah, bukan sebaliknya menimbulkan masalah yang berkepanjangan,” ujarnya.