Kriminalisasi Di Aceh Tergolong Cukup Sering Terjadi

PURNAMANEWS.COM,BIREUN – Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke kembali mengungkapkan rasa prihatin dengan maraknya kasus kriminalisasi terhadap penyampaian aspirasi warga, baik wartawan, pewarta warga, maupun masyarakat umum yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia.

Ungkapan itu di ucapkan Wilson usai Sekretaris Jenderal PPWI, H. Fachrul Razi, MIP yang juga menjabat sebagai Wakil Pimpinan Komite I DPD RI, membesuk M. Reza sapaan Epong Reza (30) sekaligus memberi semangat untuknya di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang Bireuen, Kamis (17/01/2019).

Wilson menyebut, Kriminalisasi wartawan di Aceh tergolong cukup sering terjadi dibandingkan dengan daerah lain.

Ia berpendapat, semestinya segala informasi yang disampaikan oleh warga masyarakat melalui media massa, termasuk di media sosial dan jejaring sosial WhatsApp group, Line, telegram, dan segala saluran yang tersedia, hendaknya dipandang sebagai “laporan” bagi semua pihak, teristimewa kepada pihak penegak hukum, seperti aparat kepolisian, kejaksaan, dan lain-lain.

“Oleh karena itu, saya meminta kepada pihak kepolisian semestinya memandang tulisan atau berita dari wartawan, pewarta warga, dan masyarakat yang disampaikan melalui media, sebagai informasi awal yang perlu disikapi dan ditindak-lanjuti seperti kasus yang menjerat wartawan M. Reza yang dilaporkan H Mukhlis, A.Md melalui kuasa hukumnya Guntur Rambe, SH, MH pada 4 September 2018 lalu,” kata Ketum PPWI itu.

Kemudian Wilson mencontohkan, seperti halnya tentang pemberitaan M. Reza yang menyoroti penggunaan BBM bersubsidi oleh perusahaan Takabeya Group di Bireun.

Ia meminta Polisi seharusnya menelusuri dan menyelidiki hal tersebut dan menindak sesuai hukum yang berlaku terhadap perusahaan yang diduga melakukan pelanggaran.

“Ini malah menangkap wartawan yang memberitakannya,” jelas Wilson yang merupakan alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu.

Terkait penangkapan dan proses hukum wartawan M. Reza, wilson menyimpulkan kedepannya akan muncul dalam benak publik bahwa polisi kita di Indonesia belum berubah paradigma, masih menjadi centeng para pengusaha nakal. Masyarakat menilai Polisi bekerja bukan untuk rakyat, tapi untuk pihak tertentu dan kepentingan diri serta golongannya sendiri.

“Padahal, rakyat yang meng gaji aparat itu, hingga color istri merekapun dibelikan rakyat. Namun kerjanya mengkriminalisasi rakyat. Kapolri seharusnya malu melihat kerja para oknum anak-buahnya seperti itu,” Ujar Ketum PPWI kecewa.(Nazar/Red)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *