PURNAMA NEWS.COM | SAMPANG — Kuasa hukum Hairuddin, korban pengeroyokan brutal yang terjadi di SPBU Desa Tambaan, Kecamatan Camplong, Kabupaten Sampang, akhirnya mengambil langkah tegas. Setelah berbulan-bulan tidak ada penangkapan terhadap dua tersangka utama kasus tersebut, pihaknya resmi melaporkan Polres Sampang ke Polda Jawa Timur atas dugaan kelalaian dan keberanian yang minim dalam menangani perkara.
Jakfar Sodik dari AJP Lawfirm menyebut Polres Sampang “mandul” lantaran tidak mampu menindak para pelaku yang disebut-sebut masih bebas berkeliaran di Madura. Menurutnya, situasi ini bukan hanya menunjukkan lemahnya kinerja aparat, tetapi juga menyiratkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat yang menjadi korban.
“Kami mengirim surat ke Polda Jatim bukan karena ingin mempermalukan Polres Sampang, tetapi karena kami menilai mereka sudah kehilangan keberanian untuk menangkap dua tersangka,” tegas Jakfar. Ia menilai, jika institusi kepolisian tingkat kabupaten tidak sanggup bertindak, maka perlu dukungan dari level provinsi agar hukum ditegakkan tanpa pandang bulu.
Lebih jauh, Jakfar mengingatkan prinsip equality before the law: semua warga negara harus setara di depan hukum. Namun, fakta lambannya penindakan kasus ini justru menimbulkan persepsi negatif di publik. “Ketika kasus seperti ini dibiarkan, masyarakat melihat ada keberpihakan aparat kepada pelaku kriminal. Ini bukan sekadar dugaan, tetapi persepsi yang tumbuh akibat tindakan yang tak kunjung tegas,” ujarnya.
Menurutnya, Polres Sampang seperti menutup mata terhadap potensi ancaman nyata yang muncul di lapangan. Pesan-pesan intimidasi kepada korban, keluarga, serta pihak kuasa hukum terus berdatangan. Bahkan, pemilik SPBU ikut menerima ancaman. Namun, meski bukti ancaman terus mengalir, penangkapan tetap mandek. “Kalau ini bukan kegagalan aparat, lalu apa namanya?” sindir Jakfar.
Ia menegaskan bahwa upaya menghambat penyidikan, termasuk penangkapan pelaku, bisa dikategorikan obstruction of justice. Jakfar memperingatkan, pihak manapun yang berupaya melindungi atau menghindarkan pelaku dari proses hukum berpotensi menjadi tersangka baru. “Kami minta Polres Sampang jangan takut. Jangan tunduk kepada kriminal yang memainkan ancaman,” katanya.
Bahkan, ia menyebut kemungkinan aksi massa jika aparat tetap diam. Situasi di lapangan disebut semakin tidak kondusif. Masyarakat sudah mulai mempertanyakan integritas institusi. “Kalau aparat terus bungkam, jangan salahkan jika nanti rakyat bergerak. Kami sudah memperingatkan sejak awal,” imbuhnya.
Sebagai bentuk perlindungan, pihaknya telah mengajukan permohonan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Menurut Jakfar, keselamatan korban, keluarga, dan semua pihak yang terlibat tidak boleh dibiarkan menggantung. “Jika ada apa-apa terjadi kepada kami, kepada korban, atau keluarganya, semua pihak sudah tahu siapa yang gagal bertindak,” pungkasnya. (**Adhon )







