PURNAMA NEWS.COM | SAMPANG — Publik kembali disuguhi babak memalukan dari tata kelola anggaran daerah. Proyek lapen senilai Rp12 miliar yang digadang-gadang sebagai bagian dari Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020 justru berubah menjadi ladang bancakan. Kejaksaan Negeri (Kejari) Sampang akhirnya menahan empat orang yang dianggap sebagai aktor utama di balik proyek sarat skandal tersebut.
Mereka adalah MHM (Moh Hasan Mustofa) sebagai PPK, AZM (Ahmad Zahron Wiam) sebagai PPTK, serta dua broker yang diduga menjadi pengendali lapangan, Khoirul Umam (KU) dan Slamet Iwan Supriyanto alias Yayan (SIS). Keempatnya diduga bermain mata dalam 12 paket pemeliharaan jalan yang bersumber dari Dana Insentif Daerah (DID II) PUPR Sampang.
Penahanan dilakukan 19 November hingga 8 Desember 2025 di Rutan Kelas II Sampang. Langkah ini menandai bahwa dugaan korupsi proyek lapen bukan sekadar isu pinggiran, melainkan dugaan permainan sistematis yang melibatkan oknum pejabat dan perantara.
Namun yang jadi sorotan adalah satu pertanyaan politis yang menggelitik publik: mengapa hanya PPK dan PPTK yang jatuh, sementara unsur pimpinan Dinas PUPR seakan kebal?
Kepala Kejari Sampang, Fadhilah Helmi, menjawab dengan nada yang menyiratkan pesan keras.
“Peluang tersangka baru itu ada. Semua sangat tergantung pada fakta-fakta dalam persidangan nanti,” tegasnya. Sebuah pernyataan yang jelas menyasar ke arah pimpinan dinas, membuka ruang bahwa kursi empuk pejabat tinggi PUPR bisa sewaktu-waktu ikut panas.
Fadhilah juga menegaskan bahwa perkara ini merupakan limpahan penyidikan dari Polda Jatim ke Kejati Jatim, namun karena locus delicti berada di Sampang, penanganannya tetap menjadi tanggung jawab Kejari Sampang. Artinya, seluruh proses dari penyitaan hingga pemanggilan saksi berada dalam pengawasan langsung penegak hukum daerah.
Sejauh ini, Kejari Sampang telah menyita Rp641 juta sebagai bagian dari dugaan aliran dana korupsi. Sementara audit BPKP Jatim menguak kerugian negara mencapai Rp2,9 miliar — angka yang menunjukkan kebocoran anggaran bukan skala kecil, melainkan penjarahan anggaran yang terang-terangan.
Dengan tertangkapnya empat orang ini, bola panas kini bergulir. Publik menunggu: apakah Kejari Sampang berani membuka tabir lebih jauh dan menyeret para aktor besar lain yang selama ini bersembunyi di balik jabatan?
Ataukah kasus ini kembali menjadi drama klasik: bawahan dikorbankan, atasan tetap terjaga? (**Adhon )







